Terkait Masalah Tossa, Sat Lantas Polres Rembang Akui Terkadang Merasa Dilema

Tribratanews.rembang.jateng.polri.go.id, Polres Rembang – Satuan Lalu Lintas Polres Rembang mengakui sering menghadapi situasi dilema, ketika harus menindak sepeda motor roda tiga Tossa yang marak beroperasi di Kecamatan Kragan dan sekitarnya.

Kepala Unit Pendidikan Dan Rekayasa Lalu Lintas Satlantas Polres Rembang,  Polda Jateng, Aiptu Hartono, Sabtu (11/5/2019) mengatakan dari sisi Undang-Undang, memang sepeda motor roda tiga tersebut, dilarang untuk mengangkut manusia. Namun ketika polisi mengetahui banyak desa-desa di daerah pelosok belum terjangkau oleh transportasi umum, terkadang ibaratnya polisi juga menutup mata atas fenomena tersebut. Alasannya karena faktor kemanusiaan, sehingga masih memberikan kesempatan.

“Jujur saja dilema, karena sesuai UU nggak diperbolehkan untuk angkutan orang. Pada kenyataannya masih dipakai untuk angkutan orang, ketika desa-desa nggak ada angkutannya. Kita kadang beri kesempatan, semata-mata karena faktor kemanusiaan, “ kata Aiptu Hartono.

Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Rembang, Polda Jateng, AKP Roy Irawan membenarkan sepeda motor roda tiga semakin menjamur di Kecamatan Kragan, lantaran dianggap mudah menjangkau sampai daerah pelosok. Tapi pihaknya mengingatkan moda transportasi semacam itu, bukan untuk angkutan orang, melainkan angkutan barang.

Sampai saat ini belum bisa dilegalkan untuk angkutan orang, karena prosesnya cukup panjang.

“Biasanya motor roda tiga untuk angkut hasil panen, semisal di kebun sawit. Lha kalau dipakai untuk angkut manusia, resikonya jelas besar. Kita sudah sering melakukan pembinaan maupun penilangan. Kalau dilegalkan, sampai sekarang belum bisa. Karena apa, perlu uji tipe, uji kir kendaraan dan kepatutan, “ terangnya.

Sementara itu, Widodo, seorang warga di Desa Kragan berpendapat mestinya pemerintah bisa mencari formula untuk angkutan umum yang murah dan mudah, bagi masyarakat pedesaan. Kalau memang motor roda 3 bisa difasilitasi menjadi angkutan umum, tinggal menyesuaikan saja bagaimana standarisasinya. Jangan terus-terusan melarang, tapi tidak memberikan solusi.

“Kalau memungkinkan bisa, kenapa tidak. Kan tinggal komitmen pemerintah seperti apa, lha wong memang jelas-jelas dibutuhkan masyarakat kok, “ tandasnya.