Kasus Uang Palsu Yang Ditangani Polres Rembang Tak Ada Kaitannya Dengan Politik

Tribratanews.rembang.jateng.polri.go.id,  Polres Rembang – Aksi pemalsuan uang oleh sebagian oknum menjelang Pemilu Serentak pada 17 April mendatang kian marak.

Pasalnya beberapa hari yang lalu di Kecamatan Gunem seorang pengedar uang palsu (Upal) berhasil dicokok oleh anggota kepolisian setempat.

Selain itu, sebagaimana yang diberitakan detiknews, polisi juga berhasil mengungkap pabrik uang palsu di sebuah rumah kontrakan di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, DIY. Baru sebulan beroperasi, nilai produksi upal mencapai 4,6 miliar.

Kepala Kepolisian Resor Rembang, Polda Jateng AKBP Pungky Bhuana Santoso menegaskan, bahwa motif pengedar uang palsu yang ditangkap pada Selasa (19/3/ 2019)  yang lalu di Kecamatan Gunem tidak ada kaitannya dengan masalah politik praktis menjelang pelaksanaan pemilu.

Dia menuturkan, hinga saat ini, Minggu  (24/3/2019) tersangka pengedar upal masih ditahan di rutan Polres Rembang guna menjalani penyidikan oleh pihak kepolisian. Menurutnya, motif dari tersangka pengedar uang palsu lantaran kebutuhan ekonomi.

Beberapa hari lalu kami mengungkap peredaran uang palsu yang dibawa oleh seseorang tersangka yang sekarang masih dalam tahap penyidikan. Tetapi secara motif yang ada, itu belum ada kaitannya dengan masalah politik, ungkapnya.

Polisi belum bisa memastikan potensi terjadinya peredaran uang palsu melalui tindakan politik uang yang dilakukan oleh Caleg lewat masing-masing tim suksesnya.

Motifnya masih berkutat pada sisi ekonomi, jadi membeli uang untuk demi kebutuhan yang bersangkutan. Jadi belom ada kaitan dengan masalah politik, tidak ada.

Sementara belum ada, saya belum menemukan ada kaitan antara politik dengan uang palsu, tidak ada hubungannya sama sekali untuk di Kabupaten Rembang, tegasnya.

Dia menambahkan, bahwa pelaku pengedar upal yang pihaknya tangkap di Gunem Rembang bukan sindikat dari Sleman, melainkan sindikasinya dari Jakarta. Sementara ini bukan dari sindikat Jogja, jadi ini sindikasinya dari Jakarta, terangnya.

Sebagai upaya untuk menekan maraknya peredaran upal, Kepolisian Resor Rembang hanya dapat menggencarkan imbauan terhadap masyarakat, sebab tidak mungkin pihaknya mengkontrol satu per satu setiap transaksi yang dilakukan masyarakat.

Kami maksimal memberi imbauan kepada masyarakat. Karena transaksi antara masyarakat kan kami tidak bisa mengkontrol satu per satu, sehingga biasanya yang menyasar itu antara para pedagang yang di pasar, tuturnya.

Pungki mengungkapkan, kebanyakan para produsen mencetak upal berupa pecahan besar, yaitu uang seratus ribu dan lima puluh ribu. Dirinya memberikan saran, supaya para pedagang perlu memiliki lampu UV (Ultraviolet) untuk mengecek keaslian uang tiap kali transaksi.

Biasanya uang palsu itu terdiri dari pecahan besar, seratus ribu, lima puluh ribu. Sehingga harapan saya pedagang, itu mempunyai lampu UV. Sehingga ketika uang palsu itu disinari lampu UV dia akan kelihatan apakah ada benangnya atau tidak. Benang ini yang belum bisa dipalsu oleh para pemalsu, jelasnya.

Menurut Pungky, mayoritas upaya mengedarkan uang palsu masih menggunakan cara lama, yakni transaksi di pasar-pasar tradisional dan toko-toko di daerah yang dianggap pelosok.

Ya terutama di pasar-pasar tradisional, kemudian di toko-toko, kayak toko baju, toko alat-alat kebutuhan itu, katanya.

Sementara itu, semakin canggihnya teknologi percetakan, metode untuk membedakan antara uang asli dengan yang palsu semakin sulit. Namun, ada poin yang hingga saat ini masih sulit ditiru atau dipalsukan, yaitu berupa serat benang pada uang asli, yang jika diterawang akan terlihat.