Meneliti Tawuran Warga Antar Kampung Wakapolres Rembang Raih Kandidat Doktor

Tribratanewsrembang.com/- Rembang,Jawa Tengah,Kompol Pranandya Subiyakto,SH,M.Hum terlihat seperti anggota polisi pada umumnya. Bicara dan sikapnya tegas dengan mimik wajah yang juga serius. Tidak ada kesan yang menunjukan bahwa ia adalah seorang akademisi.Namun, siapa sangka mantan Pabanops Densus 88 Polda Jateng itu adalah seorang akademisi yang sebentar lagi bakal menyandang gelar doktor.
Berkat penelitian desertasinya tentang tawuran antar warga, bapak dua anak itu bakal menyandang gelar Doktor Hukum Pidana dari Universitas Islam Sultan Agung.
Wakapolres Rembang sudah berhasil mempertahankan desertasinya yang berjudul: Model Alternatf Penyelesaian Tawuran Warga Antar Kampung Berdasarkan Kearifan Lokal Berbasis Nilai Keadilan dihadapan penguji, 25 Maret 2017 lalu.
Menurut rencana, Wakapolres Rembang akan diwisuda sebagai mahasiswa S3 Jurusan Ilmu Hukum Pidana Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Oktober 2017 mendatang. Perasaan bangga dan terbebani campur aduk menjadi satu didalam pikiran suami dari Haripahwati Setirahayu itu.
polisi berusia 51 tahun ini mengatakan awal mula ia mendapatkan gelar doktor. Wakapolres yang memang menyandang gelar Magister Hukum Pidana dari Untag Surabaya itu berniat melanjutkan program S3 pada tahun 2015 silam.
Ketika itu, ia menjabat sebagai Wakapolres Wonosobo. Setelah masuk sebagai mahasiswa program doktor, ternyata di wilayah hukumnya cukup sering terjadi tawuran warga antar kampung. Berangkat dari sana, ia mulai berpikir untuk menemukan solusi atau penyelesaian atas kasus tersebut.
Karena Wakapolres Rembang sedang proses kuliah, maka solusi yang ia pikirkan itu dicoba untuk dijadikan sebagai sebuah penelitian. Berkali-kali tawuran yang terjadi di Wonosobo ia coba untuk dicarikan solusi terbaik. Akhirnya ia menulis penelitian dengan tujuan bersumbangsih memberikan solusi atas masalah sosial itu.
Pencegahan Tawuran
Dalam desertasinya, Wakapolres Rembang menawarkan upaya-upaya pencegahan tawuran warga antar kampung. Wakapolres Rembang juga menulis tentang upaya pembinaan masyarakat untuk mewujudkan Kamtibmas di lokasi tawuran.
Paling menonjol adalah tawaran dalam desertasi yang ia tulis tentang penyelesaian konflik antar warga dengan model peer to peer group atau penyelesaian konflik dengan komunikasi antar sebaya.
“Melalui model komunikasi antar sebaya itu, ternyata efektif. Beberapa kali kasus tawuran antar kampung di Wonosobo ketika itu berhasil terselesaikan dengan baik. Di Rembang kemarin sempat saya coba ketika ada konflik soal cantrang, dan tenyata cukup efektif,”
Wakapolres Rembang menjelaskan, model penyelesaian konflik peer to peer group yang ia tawarkan adalah dengan komukasi antar sebaya yang terlibat dalam konflik tersebut. Misalnya, saat terjadi tawuran antar kampung, maka harus ada upaya penyelesaian melalui komunikasi sesuai dengan klasifikasi.
“Misalnya, komunikasi antara kades dengan kades yang terlibat konflik, tokoh dengan tokoh, pemuda dengan pemuda. Tidak bisa, penyelesaian konflik dengan komunikasi antara pemuda dengan tokoh atau sebaliknya,” paparnya.
Wakapolres Rembang berharap, hasil penelitiannya ini bisa dijadikan sebagai salah satu solusi oleh kepolisian di seluruh Indonesia sebagai salah satu upaya penyelesaian konflik warga antar kampung. Sebab, dalam beberapa kasus metode ini cukup efektif digunakan.
“Sempat ada kendala penyelesaian desertasi. Ketika proses penelitian, saya pindah tugas dari Wakapolres Wonosobo menjadi Wakapolres Rembang.
Namun, penelitian tetap berlanjut dengan model komunikasi melalui media sosial, dan akhirnya rampung ungkap Wakapolres Rembang.